JAKARTA -
Skripsi masih menjadi momok bagi mahasiswa tingkat akhir. Betapa tidak,
skripsi menjadi tiket penentu kelulusan kita dalam meraih gelar
sarjana.
Setiap mahasiswa tahu, proses pengerjaan skripsi tidaklah mudah. Kita harus berbulan-bulan berkutat dengan penelitian dan pengolahan data. Siti Fauziah, merasakan betul ribetnya mengerjakan skripsi. Bahkan, mahasiswi Universitas Al-Azhar Indonesia (UAI) ini harus rela bangun lebih pagi untuk bersiap dan berangkat ke tempat penelitian sebelum matahari terbit.
"Rutinitas itu saya jalani selama lima bulan penuh," ujar Ziah, demikian dia biasa disapa, ketika berbincang dengan Okezone, Rabu (20/2/2013).
Meski harus bangun lebih pagi, Ziah mengaku, memiliki dosen pembimbing yang sangat baik. Sehingga, dari segi teknis pembimbingan dia pun sangat terbantu, terutama ketika kesulitan mencari literatur dan mengolah data.
"Dosen pembimbingku juga selalu ngasih semangat tiap kali aku merasa tidak yakin dengan skripsiku," imbuhnya.
Lain halnya dengan Puja. Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah ini menemukan keasyikan tersendiri ketika mengerjakan skripsi. "Saya bisa bertemu orang-orang hebat, khususnya di bidang media," ujarnya.
Bagi Puja, hal yang membuatnya kewalahan adalah urusan administrasi, baik di kampus maupun di instansi tempatnya meneliti.
Cerita lain datang dari Agus Hidayat. Sebagai mahasiswa yang bekerja sambil kuliah, dia harus mampu membagi waktu sebaik mungkin antara skripsi dan tanggung jawab di tempat kerjanya.
Agus bercerita, ketika orang-orang tidur di malam hari, dia bekerja. Dan saat bekerja itulah dia juga menyempatkan diri mengerjakan skripsi ketika jam istirahat.
"Saat jam pulang kerja harusnya saya bisa istirahat di rumah. Tapi saya harus ke kampus untuk bimbingan," imbuhnya.
Namun, mahasiswa STP Akpindo itu berujar, semua pengorbanan itu dijalani dengan semangat untuk lulus. Selain itu, bagi Agus, jungkir balik ketika mengerjakan skripsi adalah prosesnya menabung kebahagiaan di masa depan.
Setiap mahasiswa tahu, proses pengerjaan skripsi tidaklah mudah. Kita harus berbulan-bulan berkutat dengan penelitian dan pengolahan data. Siti Fauziah, merasakan betul ribetnya mengerjakan skripsi. Bahkan, mahasiswi Universitas Al-Azhar Indonesia (UAI) ini harus rela bangun lebih pagi untuk bersiap dan berangkat ke tempat penelitian sebelum matahari terbit.
"Rutinitas itu saya jalani selama lima bulan penuh," ujar Ziah, demikian dia biasa disapa, ketika berbincang dengan Okezone, Rabu (20/2/2013).
Meski harus bangun lebih pagi, Ziah mengaku, memiliki dosen pembimbing yang sangat baik. Sehingga, dari segi teknis pembimbingan dia pun sangat terbantu, terutama ketika kesulitan mencari literatur dan mengolah data.
"Dosen pembimbingku juga selalu ngasih semangat tiap kali aku merasa tidak yakin dengan skripsiku," imbuhnya.
Lain halnya dengan Puja. Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah ini menemukan keasyikan tersendiri ketika mengerjakan skripsi. "Saya bisa bertemu orang-orang hebat, khususnya di bidang media," ujarnya.
Bagi Puja, hal yang membuatnya kewalahan adalah urusan administrasi, baik di kampus maupun di instansi tempatnya meneliti.
Cerita lain datang dari Agus Hidayat. Sebagai mahasiswa yang bekerja sambil kuliah, dia harus mampu membagi waktu sebaik mungkin antara skripsi dan tanggung jawab di tempat kerjanya.
Agus bercerita, ketika orang-orang tidur di malam hari, dia bekerja. Dan saat bekerja itulah dia juga menyempatkan diri mengerjakan skripsi ketika jam istirahat.
"Saat jam pulang kerja harusnya saya bisa istirahat di rumah. Tapi saya harus ke kampus untuk bimbingan," imbuhnya.
Namun, mahasiswa STP Akpindo itu berujar, semua pengorbanan itu dijalani dengan semangat untuk lulus. Selain itu, bagi Agus, jungkir balik ketika mengerjakan skripsi adalah prosesnya menabung kebahagiaan di masa depan.
0 komentar:
Posting Komentar